- / / : 081284826829

Faktor Psikologis Penunjang Keberhasilan Wirausaha

Oleh Arda Dinata

Wirausaha atau enterpreneur merupakan orang yang berperilaku kreatif dan inovatif sebagai tanggapan terhadap lingkungan. Jadi, kewirausahaan adalah perilaku. Dan sebagai perilaku, kewirausahaan itu dipengaruhi oleh berbagai faktor psikologis.

Keberadaan faktor psikologis ini, sebagian dapat dianggap faktor ‘bawaan’, dan sebagian terbesar merupakan faktor ‘didikan’, artinya keberadaannya itu merupakan perolehan dari perjalanan hidup seseorang. Berikut ini, beberapa faktor psikologis penting yang telah banyak diyakini sebagai faktor penunjang keberhasilan wirausaha.


Pertama, keinginan mandiri. Seorang wirausaha umumnya terbentuk karena keinginan mandirinya mendominasi sikap hidupnya dalam bekerja. Ia tidak ingin tergantung kepada orang lain (baca: perintah dan pemikiran orang lain). Bila orang seperti ini bekerja dibawah pengaruh orang lain ada kecenderungan untuk terjadi konflik dengan atasannya, maka kerap kali hal ini yang memperkuat hasratnya untuk mandiri dan menjadi wirausaha.

Kedua, dorongan untuk berprestasi. Dorongan semacam ini digolongkan sebagai suatu faktor kewirausahaan yang penting. Wirausaha yang berhasil rata-rata memiliki dorongan berprestasi yang tinggi. Orang seperti itu, tentu mempunyai kemungkinan yang lebih besar untuk menjadi wiraushawan yang berhasil. Dorongan berprestasi ini dipandang sedemikian penting sehingga dibanyak negara, telah memasukkan faktor ini dalam kepribadian seseorang dengan melakukan pelatihan “Achievment Motivation Training.”

Ketiga, dorongan untuk mempengaruhi kepada orang lain. Ketika seorang wirausaha mulai mencoba mewujudkan cita-citanya, maka ia tentu membutuhkan orang lain. Oleh karena itu, dorongan untuk berpengaruh kepada orang lain menjadi penting bagi keberhasilan usahanya. Kebutuhan inilah yang menempatkan dirinya dalam barisan pemimpin, dan diakui sebagai pemimpin.

Keempat, menghargai kerja tangan. Dalam banyak penelitian tampak bahwa para wirausaha yang berhasil umumnya lebih menghargai kerja tangan secara langsung dibandingkan dengan mereka yang bukan wirausaha. Hal ini bisa dimengerti karena yang bukan dari tangan dan ketrampilannya, orang bisa melihat lahirnya produk-produk wirausaha.

Kelima, belajar dari pengalaman. Seorang wirausaha mempunyai kecenderungan untuk terbuka terhadap umpan balik yang diterimanya. Umpan balik selalu penting untuk mengoreksi dan memperbaiki diri. Umpan balik ini bisa datang dari pekerjaan, pengalaman, lingkungan dan orang lain. Karenanya seorang wirausaha luwes, tidak kaku, berani berubah bila ternyata langkahnya dianggap tidak tepat lagi.

Keenam, menghargai hasil. Seorang wirausaha menunjukkan kecenderungan mengutamakan hasil dan bukan cara. Sebagai seseorang yang mengutamakan hasil, seorang wirausaha juga selalu berorentasi pada pemecahan persoalan, dan tidak cenderung menghindar dari persoalan.

Ketujuh, menabung untuk esok hari. Ada kecenderungan bahwa wirausaha yang berhasil adalah mereka yang gemar menabung untuk hari depannya. Uang baginya merupakan modal, bahan baku yang dapat mewujudkan ide-ide cemerlangnya dan bukannya sekedar anggaran belanja yang bisa dihabiskan sesaat.

Kedelapan, sadar arti penting sebuah waktu. Orang yang selalu menyeselai kegagalan dan mengenang keberhasilan masa lalu tidak dapat hidup realistis. Seorang wirausaha mempunyai orentasi waktu yang seimbang. Masa depan dilihatnya sebagai ladang peluang-peluang. Tetapi, ia cukup pragmatis untuk hidup dan memanfaatkan waktu-waktu sekarang. Tepatnya, ia sangat menghargai waktu. Ia sadar bahwa peluang sangat tergantung kecepatan bergerak dan ketepatan waktu.

Kesembilan, berpandangan bahwa nasibnya lebih ditentukan oleh dirinya sendiri. Dalam ilmu psikologi dikenal dua macam cara seseorang memandang akibat-akibat yang terjadi pada dirinya. Pertama, pandangan bahwa akibat-akibat yang terjadi pada diri seseorang itu lebih ditentukan oleh faktor di luar dirinya. Kedua, berpandangan bahwa kejadian-kejadian yang dialami seseorang sebenarnya lebih diakibatkan oleh ulahnya sendiri.

Dari sini, para wirausaha cenderung memiliki pandangan yang kedua. Artinya kegagalan yang dialaminya bukan dianggap sebagai nasib buruk (baca: kesalahan orang lain), tetapi lebih dipercayai sebagai ketidaktepatan tindakannya atau kekurang mampuannya.

Kesepuluh, berhitung dalam mengambil resiko. Semua wirausaha yang memulai usahanya selalu dihadapkan pada berbagai resiko. Wirausaha yang berhasil umumnya bukan mereka yang memandang enteng terhadap resiko, bukan pula mereka yang selalu menghindari resiko dan cari aman saja. Namun, umumnya mereka berhasil karena selalu memperhitungkan resiko itu. Wallahu a’lam.***

Penulis Pendiri Majelis Inspirasi Alquran dan Realitas Alam (MIQRA) Indonesia.
http://www.miqra.blogspot.com/
WWW.ARDADINATA.COM